Minggu, 15 Maret 2009

BAHASAN ATAS RUU TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

Pasal 3 : Pilpres dilaksanakan 5 tahun sekali bersamaan dengan pemilu gubernur, pemilu Gubernur, pemilu Bupati / Walikota pada hari libur atau diliburkan

Catatan : pemilihan anggota legislatif harus lebih dahulu dari pemilu eksekutif. Karena yang bertarung dalam pemilu eksekutif yaitu partai politik yang memperoleh kursi dilembaga legislatif.

Secara filosofis eksekutif (calon Presiden dan Wakil Presiden) embrionya berasal dari partai politik, kemudian dikandung dalam alam legislatif, dan kemudian ditetapkan sebagai baka calon Presiden dan Wakil Presiden.

Secara politis teoritis anggota legislatif yakni DPR, DPD, dan DPRD harus dipilih lebih duluan. Apabila anggota legislatif sudah terpilih, maka secara palitis partai-partai politik sudah memperlihatkan kekuatan jumlah memperoleh kursi dilegislatif. Berdasarkan kekuatan atau jumlah kursi yang diperoleh partai politik dilegislatif, sangat mentukan partai politik peserta pemilu dapat mengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.

Partai politik yang merupakan sumber utama dan embrio calon Presiden dan Wakil Presiden harus memiliki kandungan yang disertakan dengan :

1. Memperoleh kursi DPR yaitu 15/100 x 560 kursi = …. Atau

2. Partai politik memperoleh 20% dari suara sah nasional dalam pemilu DPR

Berdasakan kajian filosofi – politik – akademis pemilihan anggota legislatif harus dilaksanakan lebih duluan.

Oleh karena itu Pilpres tidak boleh bersamaan dengan pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD usulan ini mendukung pasal 6 ayat (1).

Ø Pasal 7 ayat (Q) : Perlu diperbaiki yaitu calon presiden berpendidikan paling rendah S1 atau sederajat dan pernah kuliah tapi belum selesai.

Pasal 7 ayat (P) : berusia paling sedikit 40 tahun, karena dilihat dari tingkat kematangan calo Presiden

Ø Penyiaran kampanye Pilpres

Sistem penyiaran perlu diatur oleh KPU agar penggunaan media kampanye berimbang antara satu pasang calon dengan pasangan calon lain.

Ø Perhitungan suara di tingkat PPK

Dihapus saja. Hasil perhitungan suara di TPS à langsung dikirim ke KPU Kabupaten à KPU Propinsi à KPU Nasional.

Kecurangan perhitungan suara atau hasil perkapitulasi perhitungan suara di PKK peluangnya sangat besar, karena :

1) Pemilihan pada setiap TPS yang dibawahi oleh PKK tidak hadir lagi di PKK. Sehingga petugas di PKK memiliki peluang yang besar untuk melakukan kecurangan terhadap hasil perhitungan suara.

2) Pengalam pemilu pada masa ORBA – di PKK merupakan tempat yang nyaman untuk mencurangi hasil perhitungan suara yang telah dilakukan di TPS.

3) Pengalaman ini masih sempat dimanfaatkan oleh petugas PPK yang memiliki kepentingan pribadi dengan pasangan calon Presiden / Wakil Presiden.

4) Pasal 99 ayat (6), pasal 100, 1001, 1002, 1003 dihapus

5) P.P.K. tidak perlu dijadikan baguan dari tempat bersinggahan hasil perhitungan suara dari TPS